Suikerfabriek De Maas te Besoeki
Suikerfabriek De Maas te Besoeki
Pabrik Gula (PG) De Maas didirikan pada tanggal 23 Nopember 1896 oleh perusahaan swasta Belanda yang bernama N.V Cultuur HIJ De Maas. Berdirinya PG De Maas tersebut tidak terlepas dari Politik Liberal (politik pintu terbuka) Pemerintah Kolonial Belanda untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda disamping itu dengan didukung dan dibangunnya sarana sarana penunjang seperti: dam, saluran irigasi, jalan raya, jembatan, dan dermaga pelabuhan.
Masa depresi ekonomi dunia yang terjadi sekitar tahun 1933 menyebabkan industri gula di Indonesia terpukul hebat (Sartono Kartodirdjo, 94:131). Sebagai akibat depresi ekonomi dunia, maka Pabrik Gula De Maas terpuruk dan pada akhirnya pada tahun 1934 ditutup karena produksi gula di Indunesia tidak laku di pasaran dunia, sehingga banyak staf dipulangkan ke Eropa dan untuk bangkit kembali dari keterpurukan tersebut tentunya memerlukan modal yang besar. Dalam hal ini, perusahaan yang didirikan secara perseorangan terpaksa menggabungkan dirinya membentuk Naamlooze Vennootschap (NV), yang biasanya bekerja sama dengan sebuah Bank. Dalam hal ini PG De Maas mendapat modal dari De Javasche Bank (Kuntohartono, 1987:131).
Sekitar tahun 1942, bangsa Jepang masuk ke Indonesia dan mengusir bangsa Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, pabrik-pabrik gula di Jawa banyak yang berubah fungsi menjadi pabrik dan gudang senjata Jepang. Selama masa pendudukan Jepang banyak perkebunan tebu mengalami kerusakan dan pabrik gula yang ditelantarkan. Selain itu pada tahun 1943 mulai terjadi pengurangan produksi gula yang diatur dan dijalankan dibawah rencana tunggal, serta pabrik gula mengalami relokasi menjadi milik Pemerintah Jepang. Mengikuti kecenderungan umum semua pabrik gula yang menjadi kekuasaan Jepang, produksinya dari tahun ke tahun mengalami pengurangan sampai pada akhirnya penanaman tebu dihentikan, dan pabrik gula dialih fungsikan menjadi pabrik yang mendukung bagi kepentingan militer (Aiko Kurasawa, 1993:40). Pada masa itu (mulai tahun 1939 sampai 1945) adalah masa perang dunia II, dimana Jepang, Jerman, Italia berperang melawan negara Sekutu yang terdiri atas negara beberapa negara Eropa Barat, Inggris, Amerika. Serkat dan Uni Sovyet. Bangsa Jepang, dan juga bangsa bangsa yang terlibat perang memaksimalkan kemampuan ekonomi, industri, dan ilmiahnya untuk keperluan perang, sehingga pabrik pabrik gula tersebut tidak dipergunakan untuk fungsi yang seharusnya, melainkan dipergunakan sebagai sarana pendukung dan untuk memproduksi keperluan perang.
Peta SF De Maas Besuki schaal 1:50000. Bron: Dutch Colonial Maps /KITLV
Pasca kemerdekaan RI, hampir semua perusahaan asing diduduki oleh para pejuang, bahkan beberapa diantaranya dibakar, karena konflik senjata yang tidak dapat dihindari. Untuk menjaga ketertiban dan kelangsungannya, kemudian Pemerintah RI mengambil langkah pengamanan di bidang hukum, yaitu dengan mengeluarkan PP.RI.No. 3. Tanggal 21 Maret 1946, yang menetapkan bahwa semua perusahaan gula dijalankan dibawah kekuasaan negara. Selanjutnya dibentuk badan pemerintah yang bekerja sebagai badan hukum dengan modal terpisah dari keuangan Negara, yaitu Badan Penyelenggaraan Perusahaan Gula Negara (BPGN). Badan inilah yang kemudian mengawasi jalannya pabrik gula, termasuk PG De Maas. Di Indonesia terjadi banyak perubahan baik dalam sektor politik maupun ekonomi.
Setelah berakhirnya revolusi kemerdekaan, industri gula mulai bangkit dan berbenah diri. Pada saat ini terjadi perubahan penting dalam kehidupan politik yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi, yaitu perubahan politik dari Demokrasi Liberal ke Demokrasi Terpimpin. Pengaruh dari perubahan tersebut adalah keluarnya Deklarasi Ekonomi yang menjadi sumber kebijakan Ekonomi Terpimpin. Sejalan dengan deklarasi di atas, pemerintah mulai mengambilalih perusahaan asing dan dikelola oleh pemerintah Indonesia, tapi dalam bidang produksi gula masih mengalami kemerosotan. Industri gula pada masa ini belum mampu mengembalikan produktifitasnya seperti yang dicapai pada masa Pemerintah Kolonial Belanda. Padahal kebijakan yang diterapkan tidak berbeda jauh dari kebijakan pada masa kolonial (Sartono Kartodirdjo, 1994:180). Tanggal 6 Juni 1946 keluar lagi PP.No.4 tentang pembentukan Perusahaaan Perkebunan Negara (PPN). Peraturan tersebut menjelaskan bahwa pada masa itu perusahaan swasta asing diusahakan milik Negara (Sartono Kartodirdjo, 1975:51). Pengelolaan Manajemen PG De Maas oleh PPN tersebut berlangsung pada tahun Akhir tahun 1949 dengan adanya kesepakatan perjanjian KMB tentang keuangan dan perekonomian, maka ijin menjalankan perusahaan-perusahaan perkebunan dikembalikan kepada pemilik semula. Semua milik asing (Eropa maupun Cina oleh direksi masingmasing diusahakan kembali pada sistem dan dasar hukum yang lama seperti sebagaimana berlaku sebelum tahun 1942 (Mubyarto, 1984:30). Penyerahan kedaulatan status pabrik gula ini dikembalikan kepada pengelolaan NV dan pemiliknya tetap BI melakukan rehabilitasi terhadap gedung-gedung, mesin gilingan dan mesin-mesin yang lain.
Tahun 1956 masalah Irian Barat, belum terselesaikan sehingga pada waktu itu timbul dugaan bahwa Belanda sengaja tidak mengembalikan Irian Barat. Hal ini membuat Pemerintah RI menjadi tidak sabar lagi dan secara sepihak membatalkan KMB. Hal ini dituangkan dalam UU No. 13 tahun 1956. Akibat pembatalan itu semua perusahaan, perkebunan dan pabrik serta warga Belanda di Indonesia diawasi dengan ketat. Bulan November tahun 1957 permerintah Republik Indonesia melalui menteri Pertahanan RI saat itu melakukan pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda melalui kantor Direksi PTP Nusantara XI. Selanjutnya berdasarkan UU no 86 tahun 58 semua perusahaan perkebunan milik Belanda dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia dan untuk pengelolaan selanjutnya dibentuklah Badan Nasionalisasi Perusahaan Milik Belanda atau disingkat BANAS yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Badan Pengawas Umum Perusahaan Perkebunan Negara atau BPU - PPN yang berkedudukan di Jakarta dengan tugas mengawasi dan mengkoordinir kegiatan perusahaan yang berada di daerah-daerah. Dalam perkembangan ditahun-tahun berikutnya BPU - PPN dikelompokkan sesuai dengan jenis budaya tanamannya yaitu yang pertama adalah perkebunan yang mengelola aneka tanaman dan yang kedua adalah perkebunan yang mengelola gula. Perkembangan berikutnya Perusahaan Negara Perkebunan tersebut berubah bentuknya menjadi Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) beberapa pabrik gula oleh Pemerintah diputuskan untuk dikelola PT RNI. Pada tanggal 12 Desember 1957 telah diadakan pengambilalihansemua perusahaan perkebunan (termasuk perusahan gula) milik Belanda oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pengambilalihan ini berdasarkan surat keputusan Penguasa Militer/Menteri Pertanian daerah Karesidenan Besuki No. SPKN 035/12/ /12/1957. Pada tanggal 19 Desember 1957 pelaksanaan pengambilalihan dari pimpinan Mr. G.N. Cramer kepada RI yang diwakili oleh Sumangli, Daraan Iroe dan Achmat Ta ip. Selanjutnya pada tahun 1958 dibentuk PPN (Baru) N.V Cultuur Mij De Maas dalam usahanya diwakili oleh sebuah badan PPN Baru dan Fa. Anemaet dan Co yang berkedudukan di Surabaya.
Pada tanggal 28 Januari 1963 PG De Maas mengalami reorganisasi PPN dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 dan II tahun 1963, maka oleh biro pusat dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Perkebunan Negara (BPU-PPN), yang masing-masing untuk gula, karet, tembakau dan aneka tanaman. Kantor perwakilan Jawa Timur dirubah menjadi kantor inspeksi dan pabrik-pabrik gula yang berbadan hukum. PPN baru berubah menjadi Inspeksi Perusahaan Perkebunan Negara 8 (IPPN).
Een binnenvaartschip en de grote brug over rivier de Maas nabij Visé, België 1914. Sungai de Maas di negeri Belanda yang menjadi ide nama suikerfabriek De Maas. Bron geheugen_delpher_nl/
Dalam rangka memperbaiki sistem sewa tanah yang dirasakan tidak sesuai lagi, maka dikeluarkan peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 19 tahun 1963 tentang sistem bagi hasil. Akibat dari peraturan tersebut maka pabrik gula De Maas tidak mengalami kesulitan untuk memperoleh lahan. Pada tahun 1968 IPPN berubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan XX (PNP XX) yang keseluruhan berjumlah 28 buah, 8 diantaranya PNP gula, dalam PP tersebut dicantumkan pula ketetapan bahwa PNP tersebut menjadi (PT. Perseroan) (Mubyarto dan Damayanti, 1990:15), dengan kantor pusat di Surabaya berdasarkan peraturan pemerintah Nomor XIV tahun 1981 PNP XX menjadi Persero Terbatas Perkebunan XX (PTPXX) dengan peraturan pemerintah Nomor 23 tahun Meskipun sudah didirikan Dewan Gula Indonesia pada tahun 1972, keadaan pergulaan Indonesia masih belum pulih seperti pada masa kolonial Belanda dulu. Oleh karena itu banyak pabrik gula baru mulai dibangun di luar Jawa, tahun 1981 sampai dengan tahun 1986. Keadaan ini membuat pemerintah mengeluarkan Keppres Nomor 28 tahun 1982 untuk menggairahkan indusri gula nasional, yaitu dengan menggalakkan Program TRI, melakukan rehabilitasi pabrik gula, dan perbaikan kebijakan harga gula. Pada tahun 1975, melalui Instruksi Presiden (Inpres) No 9/1975, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan perubahan struktural dalam organisasi industri gula. Perubahan yang mendasar adalah bahwa penanaman tebu yang semula merupakan tanggung jawab pabrik gula yang dengan cara menyewa tanah petani lalu mengelola sendiri (penanaman/perkebunan tebu), diubah menjadi tanggung jawab petani sendiri. Artinya, tanaman tebu menjadi tanaman milik rakyat, sedangkan pabrik gula hanya berfungsi pengelola tebu menjadi gula, dan sebagai penasehat teknis dalam hal budidaya tebu. Sistem ini dikenal sebagai Tebu Rakyat Intensifikasi atau TRI. Salah satu tujuan utama program TRI adalah agar petani diberikan kesempatan untuk dapat menjadi tuan di tanahnya sendiri.
Sumber text: Nursiyah dan Dewi Salindri, Pasang Surut Pabrik Gula De Maas di Desa Kalimas Kecamatan Besuki Kabupaten Situbondo Pada Tahun 1977 – 2000, 2013, Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Jember
Sumber foto: KITLV, Agus Prayugo
Rumah De Maas Besuki di sekitar tahun 2010. Sumber foto : Agus Prayugo
Sejak mengalami beku operasi peralatan produksi dan fasilitas yang lain terlihat kurang terawat.
BalasHapus