Pabrik Gula Gondang Winagoen Klaten

Suikerfabriek Gondang-Winangoen te Klaten

Sejarah Pabrik Gula Gondang Winangoen Tahun 1860-1942

Pabrik Gula Gondang Winangoen berdiri pada tahun 1860 oleh perusahan dagang swasta Klatensche Cultur Maatschapij (KCM) yang berpusat di Amsterdam, Belanda. Pada awal didirikan (1865) pabrik ini dikelola oleh keluarga Jongkher van der Wijk. Administrateur pertama pabrik ini adalah Petrus Jacobus Meyer yang makamnya bisa ditemukan di dekat restoran argowisata Gondang Winangoen. Pengurusan kemudian diteruskan oleh keluarga NV.V Mirandolle Voute yang tinggal di Semarang.



Arnold, administrateur van suikeronderneming Gondang Winangoen bij Klaten 1900
Bron: KITLV


Foto batu nisan Petrus Jacobus Meyer, administrateur pertama pabrik Gondang Winagoen,  di kerkoff PG Godang Winangoen
Sumber: Prima 2015

Pabrik Gula Gondang Winangoen terletak di Kawedanan Gondang Winangoen, sisi barat kota Klaten dan pinggir jalan yang menghubungkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pabrik ini merupakan bagian Distrik Gondang Winangoen Kabupaten Klaten yang masih bagian dari wilayah Kasunanan Surakarta (Jateng, 2001). Pada tahun 1871 terjadi lonjakan permintaan gula yang siginifikan sehingga luas wilayah perkebuan 207,2 Hektar mengalami peluasan pada tahun 1919 menjadi 852.2 Hektar.

Info tentang PG Gondang Winangoen di Handboek De suiker 1940 pagina  67 part 1 . Pada buku ini tercantum bahwa administrateur PG Gondang Winangoen pada sekitar tahun 1940 adalah E.A.F. Biermann.
Sumber : Delpher


Pada masa kejayannya tahun 1889-1929, gula menjadi komoditi ekspor yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1864, untuk mengangkut hasil bumi yang menjadi komoditi ekspor pemerintah membangun jalur kereta api yang menghubungkan pedalaman jawa ke pelabuhan Tanjung Mas di Semarang.

KITLV A593 - Lorriestation Suikerfabriek Gondang-Winangoen te Klaten  Circa 1921 

Bron: KITLV

Pada 1930, di Hindia Belanda terjadi krisis keuangan yang menyebabkan berhentinya produksi gula di Pabrik Gula Gondang Winangoen hingga tahun 1935. Tahun 1942, tentara Jepang berhasil menguasai Hindia Belanda sehingga pabrik gula dan perkebuan tebu di Klaten yang berjumlah 9 buah (PG Ceper, PG Wonosari, PG Delanggu PG Jungkare, PG Tulung, PG Manisrenggo, PG Jatinom dan lain-lain) berhenti beroperasi, berganti menjadi menanam padi dan jarak untuk kebutuhan perang Jepang. Hanya Gondang Winangoen yang masih memproduksi gula dengan pengawasan oleh badan usaha milik Jepang. (Mustopo, 2000, hal. 51)


KITLV A593 - Exterior  Suikerfabriek Gondang-Winangoen te Klaten  Circa 1921
Bron: KITLV

KITLV A593 - Centrifugeketels Suikerfabriek Gondang-Winangoen te Klaten  Circa 1921.  6 Cail Weston-centrifuges 14"x30"

Bron: KITLV


Administrateurswoning van indigo- en suikeronderneming Gondang Winangoen bij Klaten 1900

Bron: KITLV

Perjalanan Pabrik Gula Gondang Winangoen

Untuk memenuhi kebutuhan produksi, manajemen menyewa sawah di desa sekitaran pabrik. Sawah yang disewa terdapat di daerah Joton, Wonoboyo, Mipitan, Tegal Sari, Tambakan, Karangasem, Gumulan, Gantiwanro, Mojayan, Tegalrejo, Tambakbayan, Karangnongko dll. untuk ditanami tebu. Selain itu, pihak pabrik juga menyewa tanah di daerah Semarang. Alasannya karena harga sewa tanah cukup rendah dan sudah terhubung dengan kereta api.


KITLV A593 - Machinefabriek Suikerfabriek Gondang-Winangoen te Klaten  Circa 1921 . 

3 Storkmolens 30"x60"

Bron: KITLV

Pabrik Gula Gondang Winangoen tentu memerlukan tenaga kerja baik dari tenaga ahli maupun buruh untuk menjalankan produksi. Mayoritas buruh pabrik berasal dari desa sekitar pabrik. Mereka merupakan buruh petani dan buruh tegalan yang biasa dikoordinir oleh kepala desa. Sedangkan tenaga ahli mayoritas dari orang Belanda dan Eropa.

Suikermolens KITLV A593 - Suikerfabriek Gondang-Winangoen te Klaten 1921. 
3 Storkmolens 30"x60"
Bron: KITLV

Suikermolens KITLV A593 - Suikerfabriek Gondang-Winangoen te Klaten 1921 : woningen

Bron: KITLV

Tahun 1929 krisis global melanda seluruh dunia dan mengakibatkan harga hasil bumi dan upah para pekerja menurun. Di Hindia Belanda krisis ini berdampak pada anjloknya harga jual komoditi ekspor hasil pertanian akibat lesunya permintan bahan mentah di pasar global. Krisis Malise juga menghentikan produksi Pabrik Gula Gondang Winangoen selama tahun 1930 hingga 1935.

Peta PG  Goendang Winagoen dalam peta Klaten 1923 
Bron : DCM / KITLV

Pada tahun 1936 pabrik gula ini memulai kembali produksi. Puncaknya hasil produksi gula tahun 1940 mencapai 2.237 Kwintal perHektar dari luas area lahan 1.164,2 Hektar.

Faktor pendorong surplus produksi gula disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena penerapan sistem tanam tebu yang berasal dari Kuba. Sistem ini mengunakan parit-parit air untuk memudahkan perawatan tebu dan menggunakan bibit tebu unggul serta menerapakan metode tanam lubang sehingga penanam tebu memperoleh hasil panen dengan jumlah yang melimpah (Mustopo, 2000, hal. 54).

Fabrieksschoorsteen KITLV A593 - Suikerfabriek Gondang-Winangoen te Klaten 1921
Bron: KITLV

Krisis Malaise dan Masyarakat Klaten

Krisis ekonomi membuat Pabrik Gula Gondang Winangoen melakukan pengurangan tenaga kerja pabrik. Sebelum krisis Malaise,jumlah tenaga kerja sebanyak 57.000 orang,setalah krisis tenaga kerja hanya tersisa 23.000 orang yang mayoritas sebagai buruh. Tenaga ahli sebelum krisis bejumlah 27 orang, pasca kirisis (1936) menyisakan 11 orang pekerja tetap. Tenaga administrasi dan pengawas sebayak 42 orang diberhentikan untuk efisiensi pengeluaran pabrik setelah krisis Malaise.

Para pejuang TNI memasuki Klaten 12 November 1949, pabrik gula Gondang Winagoen 
Sumber:  Machoe Za

Dampak krisis ekonomi justru paling dirasakan oleh buruh mengandalkan hidup sebagai tenaga kerja di sawah-sawah yang ditanami tebu. Para pemilik lahan kehilangan salah satu sumber pemasukan dari menyewakan lahan pertanian dari Pabrik Gula Gondang Winangoen. Para pemilik lahan pertanian terpaksa kembali menjadi petani menanami padi dan palawija seperti saat sebelum berdiri pabrik gula. Dampak dirasakan oleh masyarakat sekitar pabrik adalah tingginya pengguran akibat dari krisis ekonomi melanda Hindia Belanda (Mustopo, 2000, hal. 61).

 

Eks salah satu rumah dinas di PG Gondang Winangoen 2022
Foto: Petrus Seno



Eks papan nama  PG Gondang Winangon  2022

Foto oleh: Petrus Seno 


Eks lokomotif penarik lori tebu PG Gondang Winangoen 2022

Foto: Petrus Seno


Sumber text: Agus Triyanta

Sumber foto: KITLV, Prima 2015, Machoe Za 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suikerfabriek De Maas te Besoeki

Iklan peralatan industri gula tahun 1909 an

Pabrik Gula Tempo Doeloe